Laman


Senin, 10 Desember 2012

Perkembangan Hindu Zaman Klasik dan Zaman Pertengahan

pendahuluan
Di India agama Hindu sering disebut dengan Sanatana Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Wadika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Agama tersebut terbentuk dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan bangsa Arya. Sebelum kedatangan bangsa Arya, di India telah lama tinggal bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang tinggi, sebagaimana telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wilayah lembah sungai Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segijuga menunjukkan gambaran keagamaanyang ada pada waktu itu, yang tetap dapat dilihat dalam agama Hindu sekarang ini.[1] 
Zaman Klasik (Zaman Weda Kuno)
Merupakan zaman sejak masuknya bangsa Arya ke daerah Punjab hingga timbulnya agama Budha pada kira-kira tahun 500 S.M.[2] Para Aryan yang masuk ke India membawa agama yang memuja serta mengambil hati para dewa yang melambangkan kekuatan alam. Dibawah pengaruh mentalitas religious local, system pemujaan kaum Aryan berkembang menjadi dua aliran yang berbeda yakni: yang ritualistic dan yang filosofis. Disatu pihak, pemujaan terhadap alam memberikan tempat bagi perkembangan ritual canggih yang berpusat pada berbagai macam upacara korban (yajna) dan hanya boleh dilakukan oleh pendeta-pendeta propesional.[3]
Pemujaan alam dan kedua perkembangannya (ritualistic dan filosofis) dimsukan ke dalam Weda. Contoh untuk pemujaan alam dapat dilihat dalam Rig-Veda 1, 113: The Succession of night and day”;  untuk ritual kematian lihat Atharva-Veda XVIII,2; dan untuk pertanyaan filosofis tentang “asal-usul alam semesta”, lihat Rig-Veda X,129.[4]
Masa Reaksi/Klasik (300 S.M.-1000 M)
Spekulasi canggih serta mistisime intelektual ternyata tidak dapat memuaskan aspirasi religious manusia biasa. Reaksi ini diikuti oleh spekulasi kelompok kecil arif-bijaksana yang memisahkan diri dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Penekanan pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
b)   Interpretasi yang rasional terhadap maslah kehidupan manusia
c)    Penolakan terhadap ritualisme serta menghormati kehidupan hewan
d)   Kepercayaan terhadap tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan deposinya.[5]
Jika para petapa dan arif-bijaksana membimbing berapa murid terpilih dalam menjalankan mistisisme metafisis, maka kasta Brahamana mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai sutra. Reaksi popular tercermin dalam gerakan-gerakan seperti: Budhisme, Jainisme, Shaivisme, dan Vaishnavisme. Menurut Arvind Sharma, terdapat dua bentuk reaksi terhadap ritual kurban model Weda, yakni; eksternal dan internal. Teks-teks Upanishad yang mengkritisi tradisi sebelumnya, namun masih tetap mendudukan serta mengientifikasi diri dengan Weda. Namun pada abad ke-6 S.M. di India muncul dua gerakan utama yang mendudukan diri mereka diluar kekolotan  hokum Weda, yakni Jainisme dan Budhisme. Mereka menolak otoritas Weda terutama  mengenai komitmen terhadap tujuan serta kehidupan duniawi, institusi kasta dan tahap-tahap kehidupan. Hinduisme merumuskan dirinya dalam menghadapi tantangan ini, dengan menyatakan validitas Weda serta hokum kasta (varna) dan tahap-tahap hidup (ashrama). Pada mulanya Jainisme dan Budhisme menarik banyak perhatian orang dan menjadi kekuatan yang uckup besar. [6]
Zaman Pertengahan (1000-1800 M)
Ciri utama masa ini menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan yang gemilang ke India dan mematahkan perlawanan orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk mengahancurkan daripada mendirikan kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Mahmud Ghuri, dan pada tahun 1200, dinasti budak (slave dinasty) telah mendirikan aturan muslim di India Utara  dan berakhir sampai 1858.[7]
Hinduisme berkembang dengan baik, sampai kedatangan Islam, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan pengaruh ganda bago Hinduisme. Disatu pihak, Islam menganjurkan perpindahan agama; dipihak lain, Islam mendorong kececderungan yang lebih egaliter dan monoteistik bagi umat Hindu. Keudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha menyelaraskan antara Hindu dan Islam. Sebagai contih adalah Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[8]
Kemudian Islam masuk ke India Selatan dengan disingkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di Selatan cukup menarik dan berbeda. Sejarah mencatat ketiga aliran utama Vedanta diwakili oleh Shankara (abad ke-9), Ramanuja (abad ke-12), dan Madvha (abad ke-13) muncul di Selatan.[9]
DAFTAR PUSTAKA
Ali,  Mukti “Agama-agama Dunia”  IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta cet. 1
Ali, Matius “Filsafat India”  sanggar luxor. Cet.1
Arvind, Sharma “Hinduism” dalam our Religion
Hadiwijono, Harun “Agama Hindu dan Budha” PT Bapak Gunung Mulia. Jakarta





[1] H. A. Mukti Ali “Agama-agama Dunia”  IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta cet. 1 h.94
[2] Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Budha” PT Bapak Gunung Mulia. Jakarta cet. 17 h.13
[3] Matius Ali “Filsafat India”  sanggar luxor. Cet.1 h.17
[4] Jesuit Scholars, “Religious Hinduism” h. 24-25
[5] Jesuit Scholars, religious Hinduism, h.25
[6] Sharma Arvind, “Hinduism”  dalam our Religion, h. 38
[7] Matius Ali, filsafat India. H.23
[8] Sharma Arvind, “Hinduism” dalam our Religion, h. 37
[9] M. Ali, filsafat India h.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar