Di India agama Hindu sering
disebut dengan Sanatana Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Wadika
Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Agama tersebut
terbentuk dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan
bangsa Arya. Sebelum kedatangan bangsa Arya, di India telah lama tinggal bangsa
Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang tinggi, sebagaimana
telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wilayah
lembah sungai Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segijuga menunjukkan
gambaran keagamaanyang ada pada waktu itu, yang tetap dapat dilihat dalam agama
Hindu sekarang ini.[1]
Zaman Klasik (Zaman Weda Kuno)
Merupakan zaman sejak masuknya
bangsa Arya ke daerah Punjab hingga timbulnya agama Budha pada kira-kira tahun
500 S.M.[2]
Para Aryan yang masuk ke India membawa agama yang memuja serta mengambil hati
para dewa yang melambangkan kekuatan alam. Dibawah pengaruh mentalitas
religious local, system pemujaan kaum Aryan berkembang menjadi dua aliran yang
berbeda yakni: yang ritualistic dan yang filosofis. Disatu pihak, pemujaan
terhadap alam memberikan tempat bagi perkembangan ritual canggih yang berpusat
pada berbagai macam upacara korban (yajna) dan hanya boleh dilakukan oleh
pendeta-pendeta propesional.[3]
Pemujaan alam dan kedua
perkembangannya (ritualistic dan filosofis) dimsukan ke dalam Weda. Contoh
untuk pemujaan alam dapat dilihat dalam Rig-Veda 1, 113: The Succession of
night and day”; untuk ritual
kematian lihat Atharva-Veda XVIII,2; dan untuk pertanyaan filosofis tentang
“asal-usul alam semesta”, lihat Rig-Veda X,129.[4]
Masa Reaksi/Klasik (300 S.M.-1000
M)
Spekulasi canggih serta mistisime
intelektual ternyata tidak dapat memuaskan aspirasi religious manusia biasa.
Reaksi ini diikuti oleh spekulasi kelompok kecil arif-bijaksana yang memisahkan
diri dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Penekanan
pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
b) Interpretasi
yang rasional terhadap maslah kehidupan manusia
c) Penolakan
terhadap ritualisme serta menghormati kehidupan hewan
d) Kepercayaan
terhadap tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan
deposinya.[5]
Jika para petapa dan arif-bijaksana membimbing berapa murid
terpilih dalam menjalankan mistisisme metafisis, maka kasta Brahamana
mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai sutra. Reaksi
popular tercermin dalam gerakan-gerakan seperti: Budhisme, Jainisme,
Shaivisme, dan Vaishnavisme. Menurut Arvind Sharma, terdapat dua bentuk
reaksi terhadap ritual kurban model Weda, yakni; eksternal dan internal.
Teks-teks Upanishad yang mengkritisi tradisi sebelumnya, namun masih tetap
mendudukan serta mengientifikasi diri dengan Weda. Namun pada abad ke-6 S.M. di
India muncul dua gerakan utama yang mendudukan diri mereka diluar
kekolotan hokum Weda, yakni Jainisme dan
Budhisme. Mereka menolak otoritas Weda terutama
mengenai komitmen terhadap tujuan serta kehidupan duniawi, institusi
kasta dan tahap-tahap kehidupan. Hinduisme merumuskan dirinya dalam menghadapi
tantangan ini, dengan menyatakan validitas Weda serta hokum kasta (varna) dan tahap-tahap hidup (ashrama). Pada
mulanya Jainisme dan Budhisme menarik banyak perhatian orang dan menjadi
kekuatan yang uckup besar. [6]
Zaman Pertengahan (1000-1800
M)
Ciri utama masa ini
menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi
perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin
tujuh belas serangan yang gemilang ke India dan mematahkan perlawanan
orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk mengahancurkan
daripada mendirikan kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput di Utara
dikalahkan dan dibunuh oleh Mahmud Ghuri, dan pada tahun 1200, dinasti budak (slave
dinasty) telah mendirikan aturan muslim di India Utara dan berakhir sampai 1858.[7]
Hinduisme berkembang dengan
baik, sampai kedatangan Islam, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap
semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam
memberikan pengaruh ganda bago Hinduisme. Disatu pihak, Islam menganjurkan
perpindahan agama; dipihak lain, Islam mendorong kececderungan yang lebih
egaliter dan monoteistik bagi umat Hindu. Keudian muncul tokoh-tokoh yang
berusaha menyelaraskan antara Hindu dan Islam. Sebagai contih adalah Kabir
(abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[8]
Kemudian Islam masuk ke India Selatan dengan
disingkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum Hindu di
Selatan cukup menarik dan berbeda. Sejarah mencatat ketiga aliran utama Vedanta
diwakili oleh Shankara (abad ke-9), Ramanuja (abad ke-12), dan Madvha (abad
ke-13) muncul di Selatan.[9]
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mukti “Agama-agama Dunia” IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta cet. 1
Ali, Matius “Filsafat
India” sanggar luxor. Cet.1
Arvind, Sharma “Hinduism” dalam our Religion
Hadiwijono, Harun “Agama
Hindu dan Budha” PT Bapak Gunung Mulia. Jakarta
[1] H.
A. Mukti Ali “Agama-agama Dunia”
IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta cet. 1 h.94
[2]
Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Budha” PT Bapak Gunung
Mulia. Jakarta cet. 17 h.13
[3]
Matius Ali “Filsafat India”
sanggar luxor. Cet.1 h.17
[4]
Jesuit Scholars, “Religious Hinduism” h. 24-25
[5]
Jesuit Scholars, religious Hinduism, h.25
[6] Sharma Arvind, “Hinduism” dalam our Religion, h. 38
[7] Matius Ali, filsafat India. H.23
[8] Sharma Arvind, “Hinduism” dalam
our Religion, h. 37
[9] M. Ali, filsafat India h.24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar